Malam di bulan jingga.

"Di mana kamu? Ayo bermain!"

"Di kamarku. Hampir saja pergi mengunjungi mimpi."

"Ayo bermain!"

"Main apa?"

"Nanti aku jelaskan. Kamu jangan pergi mengunjungi mimpi dulu, aku di jalan menuju rumahmu."

"Selarut ini?"

"Iya."

"Sinting kamu!"

"Jangan begitu. Ayo ke depan rumah, aku di sini."

"Jangan bercanda."

"Aku tunggu sekarang."

Tut. Sambungan terputus.

***

Senyumnya mengembang ketika aku membuka pintu. Senyum yang tak berubah. Sama seperti biasa.

"Ve, ayo bermain." Ia masih tersenyum

"Main apa? Sudah larut malam! Bukan waktu yang tepat untuk bermain!"

"Ini.."

Aku terbelalak tak percaya. Disodorkannya hati berwarna jingga untukku.

"Terima ini. Aku hidup di dalamnya. Kamu bisa bermain-main denganku sepanjang waktu. Panggil saja aku di situ."

Lalu ia menghilang.

***

Benda itu tergeletak di sudut kamar. Mengingatkanku pada malam itu, tepat satu tahun yang lalu. Berdebu. Masih berdetak. Mungkin ia masih menunggu di dalamnya. Atau tengah berlari-lari riang, bermain di dalam hati yang lain. Malas untuk mengetahui bahwa aku tak berani memanggil namanya hingga saat ini. Aku pengecut. Tak berani bermain dengan hati.

0 comments:

Posting Komentar

 

Twitter Updates

Meet The Author