#77 burung dalam sangkar

Mungkin saja jika ia bisa berbicara, ia akan terus memaki-maki mereka, bahkan sumpah serapah. Siapa yang mau terkurung dalam sangkar? Hidup yang itu-itu saja. bertengger sepanjang hari, barangkali ia sudah lupa bagaimana cara terbang. Makan itu-itu saja, air itu-itu saja, tempat tidur dan buang hajat pun itu-itu saja. Sangkar. Ia hanya menjalani hidup yang itu-itu saja. Seperti batu tetapi ia hidup. Ia hidup tetapi seperti batu.

Jika saja sayapnya itu seperti mereka yang memiliki jari jemari, pasti ia akan mematahkan sangkar yang terbuat dari kayu murahan itu. Jika saja paruhnya yang hanya bisa mematuk-matuk dedak, pelet dan biji-bijian itu bisa berbicara seperti mereka, pasti ia akan menjerit memaki meminta pertolongan untuk dikeluarkan dari sarangnya. Andai saja kaki kurus kecil yang hanya bisa bertengger itu bisa berjalan layaknya mereka, ia tidak akan bertahan di sana hingga saat ini.

Burung kecil itu menginginkan kebebasan.

Mereka selalu terpukau dengan suaranya ketika ia menjerit. Mereka pikir ia tengah bernyanyi dengan kicauan yang mereka anggap merdu itu. Bukan. Itu bukan bernyanyi dengan kicauan. Ia saja sudah lupa kapan terakhir kali bernyanyi. Mereka tidak mengerti tentang jeritannya. Sekuat apapun ia menjerit meminta dikeluarkan dari sarang itu, percuma saja. Mereka justru menyukai itu. Bodoh. Selalu saja mereka menghampiri dengan mata berbinar dan gigi-gigi itu muncul berderet di balik mulutnya seraya memperhatikan ia menjerit. Lagi-lagi, mereka selalu menganggapnya bernyanyi.

Ia heran, mengapa mereka yang hidup di dalam sarang yang lebih besar di sana, selalu mengeluh tentang hidupnya yang ia anggap sempurna itu.

Mereka bebas melangkah kemana pun mereka mau. Mereka memiliki tangan sempurna dengan jari jemarinya itu. Bisa menyentuh apapun, mengambil apapun, melempar apapun, memasukkan apapun ke dalam mulut mereka dengan tangan berjari jemari itu. Mereka bisa tersenyum, tertawa. Mereka bisa makan apapun sesuka hati mereka tanpa harus menunduk untuk mematuk-matuk. Mereka sempurna. Pikirnya di dalam sangkar.

"Haruskah mereka menjelma menjadi seperti ku terlebih dulu, supaya mengerti begitu berharganya hidup yang  mereka jalani?" tanyanya dalam hati.

Dan ia hanya memikirkan itu sepanjang hari. 

0 comments:

Posting Komentar

 

Twitter Updates

Meet The Author