(Di)tiada(kan)



Hari pertama di musim gugur.
Pagi buta yang lebih sunyi dari biasanya, lebih dingin dari biasanya.
Aroma roti panggang membangunkannya dari hangover semalam.
Ketika kelopak matanya hampir terangkat, samar-samar senyum yang biasa menyapa paginya melintas di antara gelap dan sadar.
Senyumnya menguap bersama memori tentang kejadian tadi malam.
Kemudian suara gagang pintu serta aroma roti yang makin dekat dengan hidung memaksa ia melawan kantuknya untuk menyapa senyum favorit paginya itu.
Ah! dia datang dengan segelas air putih dan dua potong roti di tangan. Tapi, tunggu.  Dia siapa?
Roti yang ia harapkan datang. Tapi senyum itu…….. ada yang janggal di paginya kali ini.
“Ada yang salah?” Tanya gadis pembawa roti terheran-heran dengan tatapan pria yang baru setengah sadar itu.
Pria itu tidak menjawab, kumisnya hanya melebar mengikuti lengkungan dari bibir yang telah gadis itu rasakan sangat luar biasa tadi malam.
“Nih dimakan dulu. Lo muntah banyak banget semalem. Perut pasti kosong.” Ucap si gadis.
“Makasih. Sorry ngerepotin… semalem gua ga inget apa-apa. Pasti ngerepotin  lu banget,ya?”
“Biasalah, efek minum selusin gelas desperate emang ngaruh ke ingatan jangka pendek.  Ditambah harapan yang disia-siakan. Hihihi,” senyum si gadis menyeringai lebar.
“hahahaa….” Si pria tertawa kecut, entah karena malas menanggapi atau mungkin karena kata-kata gadis ini sesuai dengan kondisinya saat ini.  Sebagai mahasiswa kedokteran, pria ini tau fungsi alcohol untuk membersihkan luka, bahkan luka hati sekalipun.
“Muka lo kecut banget. Gue ambilin gula ya biar manis dikit.”
“kasih gua senyum lu lagi aja… buat gua itu alcohol sekaligus gula koq. Manis dan memabukan” ujar pria itu. seperti gombal tapi mukanya datar, tanpa ekspresi.
Si gadis hanya tersenyum simpul.  ia menunggu reaksi sang pria akibat apa yang ia larutkan ke dalam minuman ketika memanggang roti tadi. Sambil menghitung dalam hati… satu.. dua…….
Pria itu menengguk minumanya hingga gelas tersebut lebih kering dari sebelum digunakan dan pagi itu berakhir lebih cepat dari biasanya, ia kembali tidak sadar.
Tiga…. Sang pria tidak sadar untuk selama-lamanya. Hari pertama di musim gugur, satu nyawa terangkat, namun bumi masih  berputar.
Pagi yang lebih sunyi dari biasanya, pagi yang lebih dingin dari biasanya. benar-benar sunyi, benar-benar dingin.

“Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam kelam
Tapi aku tak bisa melihat matamu
Aku ingin berdua denganmu diantara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu tapi aku hanya melihat keresahanmu
Aku menunggu dengan sabar di atas sini melayang-layang
Tergoyang angin menantikan tubuh itu
Aku ingin berdua denganmu diantara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu tapi aku hanya melihat keresahanmu
Aku ingin berdua denganmu diantara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu…”


TAMAT


Kamis malam, di meja rektorat kampus, ditulis bergantian dengan Isang ( pria single hampir empat tahun). Ditemani alunan Payung Teduh - Resah.

0 comments:

Posting Komentar

 

Twitter Updates

Meet The Author